Sabtu, April 19, 2008

all about un9u

KENANGAN NOMADEN

Anda pasti tak asing lagi dengan tembang Demi Waktu yang dibawakan band Ungu. Bersamaan single itu, albumnya yang bertitel Melayang, terjual lebih dari 300 ribu kopi. Rekor setelah sekitar 10 tahun Ungu berkecimpung di blantika musik Indonesia.
Perjalanan Ungu mendapat deal rekaman memang terjal dan berliku. Seperti kebanyakan band, Ungu pun sering ganti personel. Makki (bas), Pasha (vokal), Enda (gitar), dan Rowman (dram) merasakan hal itu.

Seperti di tahun 2000, mereka harus susah payah mengumpulkan uang demi membiayai bikin master lagu yang terhitung mahal. "Zaman dulu, kan, rekaman belum semudah sekarang. Studio masih mahal, medianya masih pita dan orang-orangnya juga tertentu. Makanya kami harus ngumpulin duit bareng-bareng," jelas Makki, salah satu pencetus berdirinya Ungu.

Untuk mengejar impiannya Makki sampai hengkang dari pekerjaannya sebagai konsultan manajemen. Makki tak menyesal dengan keputusannya itu. "Ungu adalah sesuatu yang aku cita-citain sejak kecil hingga akhirnya direstui keluarga dan bisa jadi mata pencaharian," tutur Makki.

Rowman juga curhat masa-masa berat yang harus dilewati. "Karena aku udah berkeluarga jadi lebih ekstra lagi ngumpulin duit. Dulu sebelum album ini (Melayang) keluar, rasanya susah banget nyari duit."

Anang Hermansyah yang berjasa memperkenalkan Ungu ke seorang produser. Kali ini sang produser tertarik dengan materi-materi Ungu.

Pada tahun 2000, dua lagu Ungu yang bertitel Bunga dan Hasrat masuk album kompilasi. Kemudian, Ungu pindah ke label Hemaswara Records. Di bawah Hemaswara, Ungu menelorkan dua album, Laguku (2002) dan Tempat Terindah (2003). Pada tahun 2003 juga Oncy masuk sebagai gitaris Ungu.

Kedua album Ungu tadi ternyata kurang meledak di pasaran, dan sempat membuat mereka down. "Kami sempat mikir, kok enggak berhasil-berhasil. Hari rasanya terlewati lama banget. Sementara kasarnya kami udah enggak bergantung sama siapa-siapa lagi, kami benar-benar sendiri dan hidup dalam pergaulan. Istilahnya nomaden, tinggal di rumah teman, nempel sana-sini. Pernah ngalamin yang esok harinya enggak jelas mau makan apa," papar Pasha.

Untunglah Ungu pantang menyerah. Album Melayang menjadi titik balik. Ungu mampu merebut hati penggemar. Padahal mereka tak memprediksi album itu bakal sukses. Sebab, menurut Pasha, Ungu didera dilema saat akan meluncurkan Demi Waktu. "Karena orang sudah terlalu nge-judge Ungu sebagai band riang, ABG, dan musik-musik upbeat," ungkapnya.

Kesuksesan Melayang ditanggapi dengan bermacam-macam oleh personelnya. Buat Enda dan Pasha keberhasilan ini sebagai bonus. Pasalnya, Ungu sudah terbiasa dengan hal yang biasa saja. "Kalau sekarang kami dihadapkan dengan jadwal yang seabreg dan penjualan kaset yang lumayan lancar, itu sebuah bonus," ucap Enda.

Sementara Makki justru merasa ngeri menghadapi kesuksesan Melayang. "Mempertahankan, kan lebih susah daripada ngejar. Kami mungkin dulu enggak merasa susah karena kami tertawa terus karena memang harus dibawa tertawa. Waktu itu prinsipnya ngalir aja, enggak mau buru-buru atau ngoyo."

Yang pasti, Ungu berharap mengikuti jejak band-band senior yang bisa bertahan lama. "Kami udah pernah mengalami tur dimana kami harus nyetir sendiri ke daerah-daerah seperti Surabaya dan Malang. Kami ngalamin dibayar 500 ribu, ditolak label, diketawain penonton. Jadi, setelah kami semua berlima secara sadar milih ini sebagai karier, misi dan visinya pengin karier yang panjang," harap Makki

Tidak ada komentar:

letter for you. . .